PIKIRAN.CO, Jakarta – Sejumlah ahli meminta meminta agar vaksin nusantara yang diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dihentikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Seperti dilansir kompas.com pada Sabtu (20/2), Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, “(Vaksin Nusantara sebaiknya) tidak didanai oleh pemerintah dan dihentikan oleh BPOM bila ada aturan yang tidak sesuai.”
Lantas mengapa para ahli menentang pemerintah mendanai dan meminta BPOM memberhentikan izin Vaksin Nusantara?
Pandu Riono menjelaskan, vaksin nusantara mengandung sel dendritik yang banyak digunakan untuk terapi pada pasien kanker untuk terapi yang bersifat individual sehingga tidak layak untuk vaksinasi massal. Untuk terapi kanker sel dendritik ditambahkan antigen tumor atau kankernya, dan diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut. Sementara pada vaksin, sel dendritik ditambahkan antigen virus. Sel dendritik perlu pelayanan medis khusus karena membutuhkan peralatan canggih, ruang steril, dan inkubator CO2, dan adanya potensi risiko yang sangat besar bisa seperti sterilitas, pirogen atau ikutnya mikroba yang menyebabkan infeksi.
Sementara ahli biomolekuler dan vaksinolog, Ines Atmosukarto mengatakan, data hasil uji klinis fase 1 vaksin Nusantara hingga kini belum di-publish ke data uji klinis global, sehingga data keamanannya belum terjamin. “Seharusnya tercatat semua di situ, terakhir saya cek belum ada update hasil uji klinisnya. Apakah vaksin tersebut aman, datanya belum aman,” kata Ines sebagaimana dilansir health.detik.com (20/2).
Sebelumnya dalam sebuah wawancara yang dilansir kompas.tv pada Selasa (16/2),mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, memberikan pernyataan soal vaksin nusantara yang diuji coba di Rumah Sakit Kariadi Semarang, Jawa Tengah. Menurut Terawan, vaksin nusantara adalah solusi yang ditawarkan untuk komorbid (penyakit penyerta) dan bersifat personal atau individual.
“Jadi pada waktu saya dapat amanah untuk mencari vaksin yang bisa untuk komorbid, komorbid kan berbagai macam termasuk ‘auto immune’ dan sebagainya. Tentunya konsep ‘generalized’ harus diubah menjadi konsep ‘personality individual vaccination,” ujar Terawan dalam wawancara tersebut.
” … kita bersama-sama dengan teman-teman dari Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat dan juga dengan Universitas Diponegoro dan Rumah Sakit Kariadi Semarang ini bahu-membahu mewujudkan vaksin berbasis dendritic cell,” terang Terawan.