PIKIRAN.CO, Jakarta – Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar sejumlah kader dan mantan petinggi Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat (5/3) menghasilkan setidaknya 2 keputusan penting yaitu, menetapkan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menjadi ketua umum yang baru dan secara otomatis Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) demisioner dari jabatannya.
DPP Partai Demokrat kubu AHY pun menganggap KLB tersebut illegal karena dinilai tidak sesuai AD/ART partai.
Seperti dilansir detik.com (6/3), Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai ada motivasi dendam politik di balik pelaksanaan KLB. Menurut Qodari, perpecahan di internal Partai Demokrat akibat Kongres (kongres luar biasa) 2010 masih terjadi. “Saya lihat gini, memang ada dendam politik, tapi lebih kepada dendam politik orang-orang yang dulu berseteru dengan katakanlah Cikeas. Jadi menurut saya ini residu dari pertarungan politik 2010, dan akumulasi selanjutnya,” kata Qodari.
“Kalau kita lihat 2010 itu kan SBY kan kaget ya karena calonnya jagoannya kalah, Andi Malarengeng kalah telak, cuma dapat 82 suara dari 527 suara, cuma 15% aja, lalu Anas Urbaningrum terpilih, memang ada akomodasi berupa Ibas jadi Sekjen kan begitu. Lalu setelah itu di daerah terjadi Musda di DPD dan DPC, dan terjadi dinamika baru bahwa yang menang itu orangnya Anas semua, sehingga akhirnya Anas menguasai Partai Demokrat,” lanjut Qodari.
Pada 2013, Anas Urbaninggrum terjerat kasus korupsi. Pada saat itulah digelar KLB dan terpiilihlah SBY sebagai ketum. Menurut Qodari, Ketika ada perjanjian antara Anas dan SBY untuk mengakomodasi “orang-orang”-nya dalam kepengurusan baru. Nyatanya, kata Qodari, SBY justru menyingkirkan kubu Anas Urbaninggrum termasuk Marzuki Ali.
“Nah itu yang menjelaskan kalau kita lihat pemain utama pada hari ini itu kan misalnya Jhoni Allen Marbun, siapa Jhoni Allen? itu motor dan operatornya Anas Urbaningrum tahun 2010, katanya di situ ada Nazar (Nazaruddin), itu kan timnya Anas juga, dan Nazar bendaharanya Demokrat waktu itu, lalu siapa? Marzuki Alie walau Marzuki mengatakan ‘sebetulnya saya tidak terlibat, tapi karena saya dipecat ya saya tidak ada pilihan lagi, ya sudah saya melawan’, jadi ini sebetulnya bergabungnya 2 musuh SBY,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng khawatir Presiden Jokowi merestui manuver Moeldoko dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara. “Kalau betul dilakukan dan dibiarkan, saya khawatir ini memang pemerintahan Pak Jokowi membiarkan kejadian-kejadian semacam ini,” kata Andi dalam sebuah diskusi virtual, Sabtu (6/3) sebagaimana dilansir cnnindonesia.com.
Andi membantah polemik Partai Demokrat adalah masalah internal melainkan sebuah upaya pengambilalihan paksa dari pihak eksternal. Menurutnya, Moeldoko jelas-jelas berada dalam lingkaran dalam presiden dan juga bukan kader Partai Demokrat.
“Ini adalah elemen kekuasaan yang mencoba memainkan perilaku kekuasaan lama untuk mengambil alih partai orang lain,” ujarnya.
(F.G.H)