PIKIRAN.CO, Jakarta – Kapolri Jendral Listyo Sigit menerbitkan Surat Telegram Rahasi (STR) mengenai kebijakan peliputan media massa melalui Humas Polri diseluruh wilayah Indonesia.
Terdapat 11 poin yang diatur dalam telegram itu, salah satunya media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi serta kekerasan.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti ikut menyikapi kebijakan baru itu. STR Kapolri dinilai seperti dua sisi mata uang koin. Di satu sisi kebijakan ini bisa melindungi hak hak para korban namun di sisi lain akan memberikan dampak pada kinerja jurnalis dan media massa.
“Setelah membaca STR-nya, saya menangkap maksudnya adalah ada point2 yg dimaksudkan untuk menjaga prinsip presumption of innocent, melindungi korban kasus kekerasan seksual, melindungi anak yang menjadi pelaku kejahatan, serta ada pula untuk melindungi materi penyidikan agar tidak terganggu dengan potensi trial by the press,” kata Poengky melalui pesan singkatnya kepada PIKIRAN.CO.
Baca Juga: Kapolri Larang Media Tampilkan Arogansi Polisi, Karopenmas : Itu Sifatnya Internal
Poengky menegaskan, dari sebelas poin yang ada, poin pertama dalam STR akan berdampak pada kebebasan pers serta akuntabilitas serta transparansi kepada publik.
“Tetapi di sisi lain ada hal yang menjadi pro kontra, misalnya point 1 tentang larangan meliput tindakan kekerasan dan arogansi polisi. Batasan kepada jurnalis untuk meliput tindakan kekerasan atau arogansi anggota Polri itu yang saya anggap membatasi kebebasan pers, serta akuntabilitas dan transparansi kepada publik,” tambahnya.
Poengky berharap STR ini direvisi, khususnya pada poin-poin yang sifatnya kontroversial membatasi kebebasan pers serta yang menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada publik agar dicabut.
Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyebutkan, Telegram tersebut hanya ditujukan kepada jajaran Kabid Humas di masing masing wilayah, sehingga STR ini bersifat internal.
(N.N.V)